Masalah pendidikan bukanlah masalah baru dan juga tidak bisa dianggap sebagai masalah ringan, karena pendidikan akan melibatkan setiap individu dan keseluruhan sistem yang ada di dunia, bukan hanya di Indonesia saja.
Kalau kita bicarakan sistem pendidikan secara menyeluruh, tentunya banyak sekali yang akan kita bahas dan penuntasannya akan memakan waktu yang sangat lama. Marilah kita lihat kemajuan pendidikan kita dari beberapa aspek yang bisa kita lihat dampaknya sekarang ini, aspek-aspek yang ini perlu kita perhatikan karena dampaknya sangat cepat mempengaruhi perubahan pola pikir dan gaya hidup masyarakat kita.
Kemajuan dalam ‘kemampuan baca-tulis’ penduduk.
Sebuah negara dinilai sebagai negara maju atau berkembang, biasanyadilihat dari seberapa banyak jumlah penduduk yang sudah tidak buta huruf lagi. Aturan itu pun berlaku di negara kita sebagai ukuran untuk kemajuan suatu daerah. Sebuah daerah dianggap ‘belum maju’ jika penduduknya masih banyak yang buta huruf. Untuk Propinsi Banten yang terhitung sebagai Propinsi muda, jumlah penduduk yang ‘melek aksara’ sudah cukup banyak. Menurut Hendri (Guru MTs. Ar-Rohmah Cisoka):
Sebuah negara dinilai sebagai negara maju atau berkembang, biasanyadilihat dari seberapa banyak jumlah penduduk yang sudah tidak buta huruf lagi. Aturan itu pun berlaku di negara kita sebagai ukuran untuk kemajuan suatu daerah. Sebuah daerah dianggap ‘belum maju’ jika penduduknya masih banyak yang buta huruf. Untuk Propinsi Banten yang terhitung sebagai Propinsi muda, jumlah penduduk yang ‘melek aksara’ sudah cukup banyak. Menurut Hendri (Guru MTs. Ar-Rohmah Cisoka):
“Angka buta aksara tertinggi berada di kabupaten Lebak. Dari penduduk 15.674 jiwa, yang mengenyam pendidikan tingkat sekolah dasar hanya 10%, sedangkan tingkat SLTP 20% dan SLTA 40%. Beda halnya dengan kabupaten lainnya yang berada di provinsi Banten. Yang justru tingkat buta aksara paling sedikit. Seperti kabupaten Tangerang. Walaupun jumlah penduduknya terpadat dan terbanyak, angka putus sekolah dan buta aksara hanya 20%. Serang 30%, Pandeglang 40% dan Rangkas Bitung 50%. Ini untuk data sekolah dasar, belum lagi data untuk SLTP dan SLTA. Data tersebut sudah menjadi bukti nyata bahwa masih ada segelincir daerah yang harus diprioritaskan masalah pendidikannya.“ (dikutip dari http://www.humas.untirta.ac.id/Academia/BarometerdanSiklusPendidikanBanten.html).
Walaupun masih ada penduduk yang ‘buta aksara’ di Banten, namun tidaklah menjadi penghalang untuk tetap memajukan pendidikanBanten dengan berbagai cara, pemberantasan ‘buta aksara’ ini dapat dikurangi dengan
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan informal dan formal termasuk memfasilitasi daerah-daerah yang sulit terjangkau modernisasi dengan perpustakaan-perpustakaan sederhana, tentunya kampanye program pemerintah harus terus dibina dan digalakkan.
Selain itu, jumlah penduduk yang ‘buta aksara’ akan semakin menipis seiring dengan perkembangan teknologi, karena kemajuan teknologi dapat mengakselerasi kemampuan membaca seseorang. Tidak hanya kemampuan literasi saja yang terpacu tapi juga usaha menanamkan pemahaman dalam proses belajar.
Kemajuan dalam pengenalan dan penggunaan teknologi.
Amerika sering dijadikan contoh sebagai sebuah negara yang sudah maju. Mengapa? Karena orang bisa melihat bagaimana sistem kehidupan di sana dikendalikan oleh mesin-mesin berteknologi tinggi. Mulai dari mencuci piring sampai membuat bangunan raksasa, semuanya tidak terlepas dari teknologi. Bagaimana dengan Indonesia?
Amerika sering dijadikan contoh sebagai sebuah negara yang sudah maju. Mengapa? Karena orang bisa melihat bagaimana sistem kehidupan di sana dikendalikan oleh mesin-mesin berteknologi tinggi. Mulai dari mencuci piring sampai membuat bangunan raksasa, semuanya tidak terlepas dari teknologi. Bagaimana dengan Indonesia?
Walaupun kita belum bisa memperkenalkan teknologi tinggi ke seluruh daerah di Indonesia, setidaknya generasi sekarang sudah mengenal komputer sebagai alat bantu belajar, masyarakat di pedesaan sudah sangat biasa dengan penggunaan HP (Hand Phone) dimana dalam bahasa Inggris sehari-hari disebut ‘mobile’. Kita juga sudah mengenal mesin-mesin moderen yang kita import dari Negara-negara Barat, bukan karena kita kaya, tapi karena kita tidak bisa membuatnya sendiri. Sampai-sampai bis kota pun harus kita import dari India.
Indonesia sebenarnya sudah cukup maju dengan fasilitas-fasilitas teknologi, sayang sekali penyebaran teknologi ini tidak dibarengi dengan Sumber Daya Manusia yang terampil dan terlatih, jadi untuk memenuhi kebutuhan ini, bangsa Indonesia masih tergantung kepada tenaga ahli asing yang didatangkan dari luar. Namun jika kita menengok ke belakang, kita akan bisa membandingkan keadaan sebelum era pembangunan dengan keadaan sesudah memasuki era pembangunan. Saya masih teringat waktu ayah saya membeli sebuah televise hitam putih, yang waktu itu masih sangat jarang dimiliki. Rumah kami jadi seperti bioskop kecil, karena banyak tetangga yang ingin ikut menonton TV juga. ‘Kotak gambar’ itu masih merupakan barang langka sewaktu saya kecil, tapi sekarang televisi bukan barang yang aneh lagi. Teknologi per-televisian- sudah jauh lebih canggih, teknologi digital sudah diterapkan dalam program TV dengan penampilan gambar ‘High Definition’ yang lebih jernih dan jelas.
Propinsi Banten pun tidak mau ketinggalan dengan kemajuan teknologi ini. Penggunaan e-book di sekolah-sekolah mulai diperkenalkan walaupun pada pelaksaannya tidaklah mudah. Buku-buku persekolahan berbahasa Indonesia sekarang ini telah tersedia di situs: bse.depdiknas.go.id
Di samping itu, daerah Tangerang sudah memiliki sekolah-sekolah Internasional yang cukup marak dan menjamur di mana-mana, walaupun kualitasnya masih dipertanyakan.
Kemajuan dalam peningkatan kualitas para pendidik
Dibandingkan tahun-tahun ke belakang, akhir-akhir ini kualifikasi pengajar mulai diperhatikan. Sejak Pemerintahan Habibie, urang lebih 13 tahun lalu, pengiriman guru ke luar negeri untuk belajar dengan bantuan beasiswa lewat pemerintah mulai ditingkatkan. Sebelumnya, beasiswa adalah barang yang sangat-sangat langka, sekarang dengan melebarnya network dan akses
internet yang sangat cepat, membuat semua proses mendapatkan beasiswa jauh lebih mudah dan cepat. Dalam hal ini, Internet sangat membantu program peningkatan kualitas para pendidik.
Mengapa kualitas para pendidik harus ditingkatkan? Hal ini tidak seharusnya dipertanyakan lagi, karena perubahan berputar dalam hitungan detik. Bagaimana mungkin seorang pendidik akan mengajarkan sesuatu yang tidak dia ketahui perkembangannya? Bagaimana mungkin seorang guru masih mengajarkan hal yang sama dari tahun-ke tahun sementara anak didiknya tahu lebih banyak daripada gurunya karena setiap hari dia ‘menongkrongi’ komputer, sedangkan gurunya tidak tahu cara menggunakan komputer?
Bagaimana mungkin para pendidik hanya mengulang pelajaran yang sama dari tahun ke tahun sementara banyak perubahan terjadi di sekelilingnya? Akankah anda menutup mata? Bagaimana dengan anak didik yang menuntut anda menjadi pembimbing untuk masa depan mereka? Karenanya peningkatan kualitas pendidik sangat penting demi kemajuan pendidikan kita.
Untuk meningkatkan kualitas, tidak harus menunggu perintah atasan, bertindaklah kreatif karena ilmu itu ada di mana-mana. Anda bisa mengumpulkan banyak informasi dari koran yang sudah dibuang orang, dari
radio, televisi, internet, hp, buku, dll. Yang diperlukan hanyalah kemauan untuk menggali dan mengembangkan informasi yang sudah anda dapat.
Berkreasilah seperti seorang seniman, selalu mencoba menciptakan karya seni yang kontemporer. Demikian juga mengajar, teruslah cari metode-metode baru sebagai cara efektif untuk menanamkan pengertian kepada
anak didik, walaupun itu metode local, karena metode luar belum tentu cocok dengan kondisi anak didik kita.
Begitu pula kemajuan pendidikan di Banten akan sangat ditentukan oleh Pemerintah Daerah dan potensi para pendidiknya.
“Naik turunnya pendidikan Banten tidak terlepas dari para pendidik atau guru sebagai subyek pendidikan itu sendiri. Sebagai tenaga pengajar yang masih honorer, sukwan, maupun yang sudah PNS terkadang enggan untuk belajar kembali. Setelah mereka menjadi guru malas melakukan inovasi-inovasi baru. Sehingga dalam proses pengajaran menjadi monoton.” (Barometer dan Siklus Pendidikan Banten)
Kesimpulan
Sebagai akhir kata, saya hanya menarik benang merah dari permasalahan pendidikan di Indonesia dengan diwakili oleh tulisan Prof. Nelson Tansu, PhD:
“Kurang optimalnya pelaksanaan sistem pendidikan (yg sebenarnya sudah cukup baik) di lapangan yg disebabkan sulitnya menyediakan guru2 berbobot untuk mengajar di daerah-daerah.
Sebenarnya kurikulum Indonesia tidaklah kalah dari kurikulum di negara maju, tetapi pelaksanaannya yang masih jauh dari optimal. Implementasi pendidikan yg kurang benar.
Kurang sadarnya masyarakat mengenai betapa pentingnya pendidik dalam membentuk generasi mendatang sehingga profesi ini tidak begitu dihargai dan dipandang sebelah mata.
Kultur belajar bukanlah masalah utama tetapi kultur masyarakat secara keseluruhan karena tidak disadarinya pendidikan adalah investasi bangsa.
Terlalu seringnya sistem pendidikan digonta-ganti tergantung kondisi politik, padahal itu bukanlah masalah utama, yg menjadi maslah utama adalah pelaksanaan di lapangan, kurang optimal.
Kurangnya pemerataan di daerah.
Terbatasnya fasilitas untuk pembelajaran baik bagi pengajar dan yg belajar. Hal ini terkait terbatasnya dana pendidikan yg disediakan pemerintah.”
Nasihat saya untuk kemajuan setiap orang:
“ JADILAH PENCETUS IDE, BUKAN PENCARI IDE!”
0 Komentar:
Post a Comment